Oleh: Ali Sholihin*
Sakinahisasi terbentuk dari kata “sakinah” yang mendapat imbuhan kata “isasi”
yang berarti mensakinahkan sesuatu yang belum sakinah. Dan dalam konteks ini yang disakinahkan adalah keluarga-keluarga moderen. Lantas timbul pertanyaan, mengapa keluarga-keluarga moderen harus disakinahkan?
Perubahan sosial yang terjadi sebagai konsekwensi modernisasi dan globalisasi yang terjadi dewasa ini memberikan dampak sampingan bagi kehidupan, khususnya dalam kehidupan keluarga. Perubahan tersebut misalnya terjadi pada pola hidup keluarga dari sosial religius cenderung ke arah pola hidup individual materialistis. Dari pola hidup sederhana dan produktif cenderung ke arah pola hidup konsumtif, dan hubungan keluarga yang semula erat cenderung menjadi renggang dan menjauh.
Menurut keyakinan banyak orang, moderen sering diidentikkan dengan kebebasan manusia. Bahkan moderen sering disalah tafsirkan sebagai kebebasan tanpa batas. Yaitu bebas dari norma dan nilai sosial religius, dan bahkan lebih jauh lagi, bebas dari otoritas Tuhan. Sehubungan dengan konsep pemikiran tersebut, maka upaya mensakinahkan keluarga-keluarga moderen adalah dengan cara merubah pola pikir mayoritas orang tersebut ke arah pola pikir yang lebih memahami ajaran islam dalam konteks kehidupan masyarakat moderen dengan segala kecenderungan dan permaslahannya yang serba kompleks tersebut. Termasuk juga menghayati dan meletakkan makna moderen secara proporsional. Dan untuk menyiasati masalah tersebut, ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan keluarga sakianh, yakni :
Pertama; Kemampuan memahami peran dan tanggungjawab sebagai anggota keluarga. Hal ini berarti, dalam pembentukan keluarga sakinah, semua unsur keluarga harus mampu memahami dan mengamalkan fungsi dan perannya sebagai anggota keluarga sesuai fungsinya tanpa harus meninggalkan nilai-nilai dan norma ajaran islam.
Kedua; Semua komponen keluarga harus mampu memahami perkembangan zaman moderen, sehingga keluarga sakinah yang terbentuk akan mampu tampil dalam kehidupan masyarakat moderen tanpa harus kehilangan kepribadian dan kemandiriannya dalam keadaan apapun.
Untuk dapat merealisasikan polapikir tersebut, maka dalam pembentukan keluarga sakinah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a. Dalam kehidupan keluarga, hubungan interaksi suami-istri hendaknya terjalin dalam suasana yang sehat. Artinya antara suami dan istri hendaknya saling melengkapi, saling membantu dan bekerjasama (QS. 9:71-72), bukan saling bertentangan dan mendominasi. Selain itu, perasaan cinta dan kasih sayang yang tulus hendaknya selalu ditumbuhkan dan dijaga. Karena dengan perasaaan cinta dan kasih sayang yang tulus tersebut akan melahirkan kehidupan keluarga yang sakinah, penuh ketentraman dan ketenangan, sehingga hubungan suami-istri semakin erat, intim, dan sarat dengan efeksi yang mendalam. Kondisi cinta dan kasihsayang yang demikian akan menghindarkan konflik, melenyapkan perasaan cemburu yang tidak sehat; dan akan membuahkan semangat kerja yang tinggi dalam memenuhi fungsi kehidupan mereka.
b. Seorang suami dalam kdudukannya sebagai kepala keluarga (QS. 4:34), memiliki fungsi yang vital dan menentukan. Disamping sebagai pencari nafkah (QS. 2:233), suami juga sebagai pendidik dan pembina bagi istri dan anak-anaknya, serta sebagai kekuatan yang memberi pengayom dan rasa aman bagi seluruh anggota keluarga. Kedudukan tersebut sulit digantikan oleh siapapun, termasuk oleh istrinya. Kalaupun basa, biasanya menimbulkan efek-efek tertentu yang mengakibatkan pengendalian rumah tangga menjadi labil dan sarat dengan problem. Oleh karena itu sebagai suami sekaligus ayah , seorang suami sangat di tuntut untuk dapat memenuhi dirinya dengan keuletan dalam mencari nafkah, individual yang berwibawa, respon dan kepekaan yang tinggi, kadar intelektual yang cuku, serta tidak kalah pentingnya adalah komitmen yang utuh terhadap islam.
c. Peran seorang istri dalam keluarga adalah memberikan pelayanan yang baik kepada suami, dan bersama-sama suami mendidik anak-anaknya. Maka sungguh sangat disayangkan apabila tuntutan untuk meraih profesi dan karir yang sangat tinggi sebagai dampak moderenisasi tersebut justru melupakan tugas utamanya sebagai pengatur rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Prinsip tersebut memberikan kerangka gerak kepada istri dalam pembentukan keluarga sakinah, bahwa dalam status dan peran apapun seorang istri tidak dapat bebas nilai, seperti dalam karir, berprofesi, dan dalam mengemban peran-peran lainnya. Oleh karena itu, seorang istri dengan menyadari peran gandanya harus mampu menempatkan fungsi istri dan keibuannya bersama-sama dengan fungsi yang lainnya.
Menyiapkan Generasi Sakinah
Di dalam Islam, keluarga sakinah merupakan bagian integral dari masyarakat islam. Karena itulah pembentukan keluarga sakinah merupakan matarantai amal jama’i dari pembentukan masyarakat islam. Dari celah-celah keluarga sakinah itulah akan terbentuknya anggota masyarakat islam. Di samping sebagai tempat proses sosialisasi, keluarga sakinah juga merupakan wahana tarbiyah bagi anak-anak, baik fisik maupun mental, serta sebagai tempat terselenggaranya transmisi nilai-nilai islam dalam kurun waktu yang panjang, dari satu masa ke masa berikutnya, dari generasi satu ke generasi berikutnya. Dan pada akhirnya keluarga sakinah menjadi benteng pertahanan masyarakat islam.
Menyadari begitu urgnsinya peran keluarga sakinah dalam pembentukan masyarakat islam, maka terbentuknya generasi sakinah yang sehat jasmani dan rohaninya, serta dapat berguna bagi kehidupan mendatang, merupakan konsekwensi dari pembentukan keluarga sakinah yang dicita-citakan tersebut. Ini artinya adalah, keluarga sakinah hendaknya harus mampu melahirkan generasi-generasi sakinah pula. ***
• Penulis adalah Pengawas Pendidikan Agama Islam Kabupaten Way Kanan
SAKINAHISASI KELUARGA MODERN
Data NUPTK Provinsi Lampung
Bapak Ibu Guru, mungkin anda selama ini kesulitan mencari informasi data NUPTK Bapak dan Ibu Guru? Berikut ini kami sampai kan Data NUPTK Kabupaten/Kota seprovinsi Lampung yang bisa Bapak Ibu guru download. Moga-moga bermanfaat ya...
1. Data NUPTK Kabupaten Lampung Selatan download disini...
2. Data NUPTK Kabupaten Tulangbawang download disini...
3. Data NUPTK Kabupaten Lampung Timur Download disini...
4. Data NUPTK Kota Metro download disini...
5. Data NUPTK Kota Bandar Lampung download disini...
6. Data NUPTK Kabupaten Way Kanan download disini...
7. Data NUPTK Kabupaten Tanggamus download disini...
DISAIN IMPLEMENTASI PROGRAM PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
Oleh: Didi Rosyadi, S.Ag
I. Pendahuluan.
Sesuai Pasal 39 dan 41 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengawas sekolah merupakan jabatan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Pengawas –yang merupakan tenaga kependidikan—mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan demikian, pengawas sekolah sebenarnya berfungsi sebagai penjamin terwujudnya proses pembelajaran di sekolah. Lebih tegasnya pengawas sekolah memiliki tugas dan fungsi yang sangat menentukan dalam pengendalian mutu, kontrol proses dan evaluasi kinerja guru.
Namun di sisi lain kita sering mendengar perilaku pengawas yang datang ke sekolah, duduk di ruang kepala sekolah, menulis laporan supervise di buku supervise walaupun dia tidak pernah ke kelas untuk melihat guru mengajar. Padahal pengawas diharapkan dapat memberikan masukan, saran dan bahkan meningkatkan motivasi dan semangat para guru agar tidak patah arang dalam mencoba menerapkan gagasan, pengetahuan, dan keterampilan mereka di kelas.
Oleh karena itu, pengawas dituntut bekerja secara professional dalam menjalankan perannya sebagai penjamin terwujudnya proses pembelajaran. Untuk itu, pengawas PAI dituntut mampu menyusun pedoman, implementasi program kepengawasan secara komprehensif.
II Implementasi Program Supervisi Manajerial dan Implementasi Program Supervisi Akademik.
A. Implementasi Program Sopervisi Menejerial.
1. Pengelolaan Kegiatan Pendidikan.
a. Pengelolaan kegiatan pendidikan dengan berpedoman pada delapan standar nasional pendidikan.
b. Pengelolaan dilakukan secara sistimatis yang mengacu pada standar yang disusun oleh madrasah.
c. Pengelolaan pendidikan dilakukan dengan perencanaan melalui pengembangan visi/misi madrasah.
d. Pengelolaan pendidikan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki murid.
2. Penerapan MBS.
a. Pengawas mendorong kepala madrasah dalam mengembangkan kemandirian madrasah.
b. Pengawas mampu menjadi mitra serta sebagai mediator madrasah.
c. Dalam menerapkan MBS perlu memperimbangkan kondisi factual masyarakat pelaku pendidikan.
3. Tanggungjawab Pengelolaan dan Bentuk Pengambilan Keputusan.
a. Kepala Madrasah memiliki tanggungjawab untuk bersama-sama seluruh komponen yang ada untuk menentukan arah ke mana pendidikan itu akan diarahkan.
b. Keputusan yang dilakukan didasarkan atas pertimbangan yang komprehensif.
c. Keputussan yang diberikan dalam suasana educatif dan konstrutif.
4. Rencana kerja tingkat satuan pendidikan.
a. Perencanaan sekolah/madrasah disusun menurut jenjang waktu yang panjang, jangka menengah, dan jangka pendek.
b. Penyusunan rencana kerja melibatkan unsure pimpinan madrasah, guru, pengawas dan komite.
c. Perencanaan dilakukan dengan pertimbangan kemampuan potensi masyarakat dan perkembangan pendidikan.
5. Standar sarana prasarana pendidikan.
a. Setiap sekolah memiliki catatan data sarana dan prasarana.
b. Sekolah memiliki program pengembangan sarana pra sarana.
c. Setiap madrasah memiliki acuan standar sarana prasarana.
6. Kuaklifikasi ketenagaan.
a. Tenaga pengajar harus memenuhi standar kualifikasi.
b. Setiap tenaga pendidik diharapkan lulus uji sertifikasi.
c. Guru mampu mengembangkan potensi siswa sesuai potensi yang dimiliki.
B. Implementasi Program Supervisi Akademik.
1. Pengembangan kurikulum.
a. Pengembangan kurikulum dilakukan bersama melalui MGMP PAI.
b. Penyusunan silabus dilakukan dengan mempertimbangkan potensi daerah.
c. Pengembangan silabus selalu mengacu pada setandar kompetensi.
d. Mengembangkan silabus diharapkan melibatkan unsure masyarakat.
e. Untuk mengembangkan potensi siswa perlu disiapkan kurikulumnya.
2. Disain intruksional.
a. Penyusunan disain instruksional hendaknya mengacu pada silabus.
b. Disain instruksional disusun secara sistimatik dan dapat diukur tingkat keberhasilannya.
c. Setiap guru diwajibkan menyusun rencana pembelajaran.
3. Kegiatan pembelajaran.
a. Proses pembelajaran dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.
b. Pemantauan proses pembelajaran dilakukan melalui kunjungan kelas.
c. Hasil kunjungan kelas hendaknya dijadikan bahan acuan dalam upaya perbaikan.
d. Supervisor hendaknya mampu mendorong guru kea rah ketercapaian hasil belajar.
e. Pembinaan proses pembelajaran dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.
4. Penilaian proses pembelajaran.
a. Penilaian proses dilakukan berdasarkan indicator ketercapaian.
b. Hasil penilaian proses dapat menggambarkan kemampuan individu siswa.
c. Materi penilaian hendaknya mengandung aspek kognetif, afektif, dan psikomotor.
d. Dalam menentukan keberhasilan perlu ditentukan kreteria kemampuan minimal.
e. Ketidak tercapaian hasil belajar perlu dilakukan remedial.
5. Evaluasi hasil.
a. Mengukur keberhasilan belajar diolakukan dengan menyiapkan soal yang setandar.
b. Untuk menyiapkan soal standar diperlukan standarisasi soal yang memiliki tingkat validitas dan reabilitas yang dapat dipertanggunmgjawabkan.
c. Setiap madrasah/sekolah memiliki data hasil evaluasi.
III. Penutup.
Demikianlah materi Implementasi Desain Implementasi Program Pengawas PAI kami sampaikan dengan harapan dapat bermanfaat.
__________________________
*** Disampaikan dalam Asistensi/Sosialisasi sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Pelatihan Program Reposisi Peran Pengawas dalam Paradigma Baru Sistem Pendidikan Nasional di Kandepag Kabupaten Way Kanan pada tanggal 21 November 2007, yang terselenggara atas kerjasama antara MDC-BMKP-PAI Provinsi Lampung dengan Learning Assisstance Program for Islamic School (LAPIS).