Jabatan Pengawas Sekolah Harus Melalui Pendidikan Profesi


Pengawas sekolah adalah jabatan profesional, oleh sebab itu jabatan pengawas sekolah harus melalui program pendidikan profesi pengawas sekolah. Guna mendapatkan pengawas yang profesional, diperlukan pendidikan profesi yang secara khusus menyiapkan mereka menjadi pengawas satuan pendidikan/ sekolah. Pendidikan profesi pengawas dilaksanakan di LPTK Negeri atau yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam hal ini Depdiknas. Pendidikan profesi pengawas hanya diberlakukan pada calon-calon pengawas.
Sedangkan bagi pengawas yang sudah menjadi pengawas satuan pendidikan/sekolah, pendidikan profesi pengawas dilakukan melalui Diklat kepengawasan yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan berkerjasama dengan Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) Pusat (BNSP bab XIV pasal 89 ayat 5). Kepada mereka yang telah mengikuti diklat ini dan dinyatakan lulus diberikan sertifikat dari APSI. Untuk itu APSI perlu mem¬persiapkan program dan pengelenggaraan Diklat Serifikasi Pengawas serta membentuk Lembaga Sertifikasi Mandiri di bawah organisasi profesi (APSI). Progam Diklat Sertifikasi ini disetarakan dengan program Pendidikan Profesi Pengawas yang di¬selenggarakan oleh LPTK.




Dengan demikian sertifikasi pengawas satuan pendidikan/sekolah diberikan oleh LPTK bagi calon pengawas dan diberikan oleh APSI bagi yang telah menjadi pengawas.
1. Sertifikat oleh LPTK untuk Calon Pengawas.
Kepada calon pengawas dapat diberikan sertifikat pengawas apabila telah menempuh pendidikan profesi pengawas pada LPTK. Pendidikan profesi pengawas dengan tagihan sekitar 36-40 Sks setelah lulus S1 atau S2, selama dua semester. Bagi mereka yang lulus pendidikan profesi pengawas termasuk lulus uji kompetensinya bisa diangkat menjadi pengawas satuan pendidikan/sekolah. Pembinaan lebih lanjut bagi mereka wajib mengikuti Diklat Pengawas.
Setelah selesai mengikuti Diklat ini dan dinyatakan berhasil barulah diterjunkan sebagai pengawas sesuai dengan pangkat dan golongannya. Kepada mereka yang telah memiliki sertifikat pengawas dapat diusulkan untuk mem¬peroleh tunjangan profesi pengawas.
Kurikulum pendidikan profesi pengawas minimal berisi pengetahuan dan kemampuan keahlian sebagai berikut:
a. Perencanaan Pendidikan (3 SKS),
b. Administrasi dan Manajemen Sekolah (3 SKS),
c. Evaluasi Pendidikan (3 SKS),
d. Penelitian Pendidikan/Kepengawasan (3 SKS),
e. Supervisi Pendidikan (3 SKS),
f. Program Pengembangan Kepengawasan (2 SKS),
g. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (2 SKS),
h. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (2 SKS),
i. Inovasi dan Kebijakan Pendidikan (3 SKS),
j. Pengembangan Profesi Pengawas (2 SKS)
k. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (3 SKS)
l. Teknologi Pembelajaran dan Bimbingan (3 SKS)
m. Studi Kasus dan Praktikum Kepengawasan (4 SKS)
Adapun deskripi tiap matakuliah minimal berisi materi kajian sebagaiman dipaparkan berikut ini.
1. Perencanaan Pendidikan : Konsep dasar perencanaan pendidikan; nilai pentingnya perencanaan pendidikan; prinsip-prinsip, model, dan sistem perencanaan pendidikan; prosedur penyusunan perencanaan pendidikan; latihan menyususun perencanaan pendidikan dalam pengawasan dan pemanfaatannya dalam supervisi manajerial bagi kepala sekolah; menilai hasil latihannya (3 sks)
2. Administrasi dan Manajemen Sekolah : Konsep dasar administrasi dan kedudukan manajemen sekolah dalam administrasi pendidikan; bidang-bidang manajemen sekolah; peran stakeholder sekolah dalam manajemen sekolah; pendekatan dan metode manajemen sekolah; kasus-kasus manajemen sekolah dan peran serta tanggung jawab pengawas dalam mengatasinya (3 sks)
3. Evaluasi Pendidikan : Konsep dasar evaluasi pendidikan dalam kepengawasan; prosedur dan teknik evaluasi dalam pengawasan; jenis dan pendekatan evaluasi dalam pengawasan (evaluasi input, proses, output, outcome); nilai pentingnya evaluasi dalam pengawasan pendidikan; akreditasi sekolah; prosedur dan teknik evaluasi dalam pengawasan; analisis hasil evaluasi dan pemanfaatannya bagi program kepengawasan serta pemanfaatannya dalam supervisi akademik bagi guru (3 sks)
4. Penelitian Pendidikan/ Kepengawasan : Konsep dasar penelitian pendidikan dalam kepengawasan; masalah-masalah pendidikan dalam bidang kepengawasan terutama difokuskan pada kinerja sekolah, komponen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; pendekatan penelitian, prosedur dan teknik penelitian; latihan menyusun proposal penelitian bidang kepengawasan; latihan menganalisis data hasil penelitian; latihan menulis laporan penelitian dan pemanfaatannya bagi program kepengawasan (3 sks)
5. Supervisi Pendidikan : Konsep dasar dan hakikat supervisi pendidikan; hakikat pengawas dan kepengawasan; tugas pokok dan fungsi supervisi; kompetensi, kinerja dan pengembangan karir pengawas; menilai kinerja guru dan kepala sekolah; latihan menerapkan teknik-teknik supervisi pendidikan (3 sks)
6. Program Pengembangan Kepengawasan : Teori dan konsep dasar program pengembangan kepengawasan; pendekatan, prosedur dan teknik penyusunan program kepengawasan; latihan penyusunan program pengembangan kepengawasan; analisis hasil dan pelaporan kepengawasan (2 sks)
7. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan : Konsep dasar dan hakikat SIM dalam supervisi pendidikan; nilai penting dari SIM dalam kepengawasan; pengenalan fungsi SIM dalam kepengawasan; latihan menggunakan komputer dan teknologi infornasi dalam SIM pendidikan/kepengawasan (2 sks)
8. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan : Konsep dasar dan hakikat penjaminan mutu pendidikan; penjaminan mutu pendidikan sebagai suatu sistem; peran pengawas dalam penjaminan mutu sekolah; prosedur dan teknik penerapan sistem penjaminan mutu pendidikan; isu-isu tentang mutu sekolah dan analisisnya, serta implikasinya bagi kepengawasan (2 sks)
9. Inovasi dan Kebijakan Pendidikan : Teori inovasi pendidikan; teori kebijakan pendidikan; faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi dan kebijakan pendidikan; berbagai inovasi pendidikan yang sedang berjalan/dilakukan; menganalisis berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan yang ada; peran pengawas sebagai inovator pendidikan (3 sks)
10. Pengembangan Profesi Pengawas : Konsep dasar dan hakikat profesi pengawas; syarat-syarat profesi pengawas: organisasi, standard kompetensi, dan kode etik; jenjang dan prosedur pengembangan profesi; analisis kasus aktual profesi pengawas (2 sks)
11. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum : Konsep dasar dan hakikat kurikulum; prosedur dan teknik pengembangan kurikulum, evaluasi kurikulum; pemanfaatan hasil evaluasi kurikulum untuk membina guru agar menggembangkan kurikulum (3 sks)
12. Teknologi Pembelajaran dan Bimbingan : Konsep dasar dan hakikat pembelajaran dan bimbingan; peran teknologi dalam pembelajaran dan bimbingan; jenis-jenis teknologi pembelajaran dan bimbingan; latihan membuat media pembelajaran dan media bimbingan; latihan membina guru untuk mengembangkan media dalam pembelajaran dan media bimbingan (3 sks)
13. Studi Kasus dan Praktikum Kepengawasan : Orientasi di tiga kategori sekolah (belum/tidak terakreditasi, terakreditasi baik, dan sekolah unggul); mengususn program kepengawasan berdasarkan hasil orientasi; simulasi/praktikum implementasi program yang dibuat; mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan memanfaatkannya untuk menyusun program lebih lanjut (4 sks)
Sumber : Nana Sudjana, 2006, PMPTK Depdiknas



Read More......

MERENUNGKAN EFEK DOSA FILM BIRU


Munculnya video biru para artis ibu kota belakangan ini, membuat penulis sulit membayangkan bagaimana perasaan orang para pelakunya yang (me) direkam, kemudian disebarkanluaskan melalui dunia maya yang tak terbatas waktu dan tempat? Hubungan rahasia yang harusnya ditutup rapat-rapat, justru tersebar di ruang publik yang memalukan.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan, apa efek dosanya bagi para pelaku yang (me) direkam dalam kamera digital dan disebarluaskan di dunia maya? Bukankan sebuah peristiwa yang direkam dalam teknologi digital hakikatnya tidak dapat dihapus?
Katakanlah para pelaku sudah bertobat nashuha, kemudian mereka meninggal dunia, mungkin akan diampuni oleh Allah, karena kita yakin ampunan Tuhan lebih besar dari sifat ghadzabnya. Tapi, ada satu pertanyaan yang mengusik, bagaimana dengan “warisan” dosa yang ditinggalkan, dimana “adegan haram” yang pernah dilakukan masih tersimpan rapi dalam file-file teknologi yang hakikatnya tidak bisa dihapus? Bukankah sesungguhnya para pelaku telah menanam “dosa abadi” yang sulit diampuni? Katakanlah mereka sudah mati 100 atau 200 tahun yang lalu, bukankah file-file itu masih sangat mudah dilacak melalui GOOGLE? Bagaimana dengan anak, cucu dan keturunan mereka yang melihat “kelakukan” nenek moyangnya itu? Sungguh, perbuatan yang sulit dimengerti.




Terlepas dari aspek dosa perzinahan itu sendiri, perbuatan intim yang hanya layak diketahui oleh pelaku dan setan, justru terekam dalam teknologi. Menurut ahli telematika, sebuah peristiwa yang terekam dalam teknologi digital, hakikatnya tidak bisa dihapus. Kalau toh dihapus, ternyata dapat dipanggil lagi melalui software khusus. Apalagi, misalnya, rekaman itu dilakukan dengan menggunakan kamera atau video HP yang terhubung dengan setelit. Konon, orang yang menyimpan data, termasuk yang sangat pribadi sekalipun, jika disimpan di HP, sesungguhnya dia sedang menyimpan dalam ruang publik, karena HP terhubungan dengan satelit yang sangat mungkin dilihat atau dicuri orang lain. Belum lagi saat ini banyak ditemukan software yang mampu menembus batas ruang pribadi dalam teknologi digital.
Jadi, kasus video mesum yang melibatkan para artis, atau siapapun, harus menjadi pembelajaran buat kita, sebagai manusia yang memiliki akal dan hati. Apalagi kejadian ini bukan yang pertama. Sebelumnya ada juga artis, termasuk mantan anggota DPR yang menghebohkan, ditambah para pelaku dari kalangan remaja dan pelajar yang jumlahnya sangat banyak.
Penulis membayangkan, orang-orang yang terlibat, dipastikan mengalami tekanan batin yang tinggi, merasa dirinya seperti bukan manusia lagi. Entah seperti binatang apalah. Bagaimana tidak? Karena apa yang dilakukan telah dilihat jutaan manusia, bahkan milyaran manusia, dapat diputar berulang-ulang dimanapun, entah kapan berhenti, meskipun dia telah menghadap Tuhan sekalipun.
Jika kita berfikir normal, terlepas karena ulah orang lain atau sengaja direkam sendiri, para pelaku yang terlibat pasti merasa sangat terhina-hina. Jangankan disuruh tampil di depan publik, keluar rumah pun mereka sangat takut, malu, dan merasa seperti jalan tanpa busana dan tergambar seperti imaginasi orang-orang yang pernah menonton videonya. Sehingga, mereka tidak memiliki harga diri lagi yang dapat dibedakan dengan makhluk lain. Harga diri yang mereka banggakan sudah habis, hancur, dan babak belur. Mereka seperti berada pada titik yang paling hina, dibandingkan dengan makhluk Tuhan lain yang ada di jagad raya ini.
Semoga ini menjadi pembelajaran bagi bangsa Indonesia, yang sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur ketimuran dan agama. (Thobib Al-Asyhar, penulis buku)


Read More......